Pada
akhir akhir ini kita pasti akan sering bertemu berbagai macam perdebatan
tentang tahun baru dan hokum merayakannya,,,,,,dari orang biasa sampai artis
artis ibu kota, dari ustadh ustadh yang keluar masuk tv sampai para pengajar
dan pendidik yg di pondok pondok membicarakan hal ini....
Terus,,,,bagaimana
pandangan yg harus kita ambil ? mari kita mbahas bersama sama ....
Sejarah tahun baru masehi
Ada beberapa versi tentang sejarah tahun baru masehi, dan
saya mengambil versi Wikipedia
Perayaan tahun baru awalnya
muncul di Timur Tengah, 2000 SM. Penduduk Mesopotamia merayakan
pergantian tahun saat matahari tepat berada di atas katulistiwa, atau tepatnya
20 Maret.[1] Hingga
kini, Iran masih merayakan tahun baru pada tanggal 20, 21, atau 22 Maret, yang
disebut Nowruz.
Untuk penanggalan Masehi, Tahun Baru pertama kali dirayakan pada
tanggal 1 Januari 45 SM.[2] Tidak
lama setelah Julius Caesar dinobatkan sebagai
kaisar Roma,
ia memutuskan untuk mengganti penanggalan tradisional Romawi yang
telah diciptakan sejak abad ketujuh SM. Dalam mendesain kalender baru
ini, Julius Caesar dibantu oleh Sosigenes,
seorang ahli astronomi dari Iskandariyah,
yang menyarankan agar penanggalan baru itu dibuat dengan mengikuti
revolusi matahari,
sebagaimana yang dilakukan orang-orang Mesir. Satu tahun dalam
penanggalan baru itu dihitung sebanyak 365 seperempat hari dan Caesar menambahkan
67 hari pada tahun 45 SM sehingga
tahun 46 SM dimulai
pada 1 Januari. Caesar juga
memerintahkan agar setiap empat tahun, satu hari ditambahkan kepada bulan Februari,
yang secara teoretis bisa menghindari penyimpangan dalam kalender baru
ini. Tidak lama sebelum Caesar terbunuh
pada tahun 44 SM,
dia mengubah nama bulan Quintilis dengan namanya, yaitu Julius atau Juli. Kemudian, nama bulan
Sextilis diganti dengan nama pengganti Julius Caesar, Kaisar Augustus,
menjadi bulan Agustus.
Terus
masalahnya apa dengan perayaan tahun baru ?
Ada
beberapa kelompok yang sangat getol untuk menerangkan bahwa merayakan tahun
baru ini boleh boleh saja, dengan alas an yang pertama karena ini tidak
bertentangan dengan agama islam dan mengatakan bahwa ini hanya mengingat di
mulainya hari pada tahun baru. Yang kedua karena untuk menjaga kebhinekaan kita
sebagai bangsa Indonesia yang memiliki berbagai macam agama dan kepercayaan
yang di lindungi undang undang.
Sedangkan kelompok
yang lain sangat getol untuk menerangkan bahwa perayaan tahun baru ini tidak
diperbolehkan oleh agama islam dan menjadi waktu berbuat maksiat, beberapa
contoh kerusakan yang muncul dari perayaan tahun baru menurut mereka adalah
1. Merupakan salah satu bentuk tasyabbuh (menyerupai) dengan
orang-orang kafir yang telah dilarang oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi
wa sallam.
2. Melakukan amal ketaatan
seperti dzikir, membaca Al Qur’an, dan sebagainya yang dikhususkan menyambut
malam tahun baru adalah pebuatan bid’ah yang menyesatkan.
3. Ikhtilath (campur
baur) antara pria dan wanita seperti yang kita lihat pada hampir seluruh
perayaan malam tahun baru bahkan sampai terjerumus pada perbuatan zina, Na’udzubillahi
min dzaalika…
4. Pemborosan harta kaum
muslimin, karena uang yang mereka keluarkan untuk merayakannya (membeli
makanan, bagi-bagi kado, meniup terompet dan lain sebagainya) adalah sia-sia di
sisi Allah subhanahu wa ta’ala. Serta masih banyak keburukan lainnya baik
berupa kemaksiatan bahkan kesyirikan kepada Allah.
Ada beberapa dalil yang mendukung
pendapat ini ( sengaja tidak saya tulis semua ) yang salah satunya adalah kisah
berikut
Suatu ketika seorang lelaki datang
kepada Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam untuk meminta
fatwa karena ia telah bernadzar memotong hewan di Buwanah (nama sebuah tempat),
maka Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam menanyakan
kepadanya: “Apakah disana ada berhala sesembahan orang
Jahiliyah?” Dia menjawab, “Tidak”. Beliau bertanya, “Apakah
di sana tempat dirayakannya hari raya mereka?” Dia menjawab, “Tidak”. Maka Nabi Shallallahu’alaihi
wa sallam bersabda, “Tunaikan
nadzarmu, karena sesungguhnya tidak boleh melaksanakan nadzar dalam maksiat
terhadap Allah dan dalam hal yang tidak dimiliki oleh anak Adam”. (Hadits Riwayat
Abu Daud dengan sanad yang sesuai dengan syarat Bukhari dan Muslim)
Hayooo……terus pilih yang mana
teman ???????
Kalau
menurut saya begini….
Yang pertama saya tidak setuju dengan orang yang mengatakan
bahwa perayaan tahun baru bisa dijadikan
tolak ukur toleransi dan kebhinekaan dalam Negara kita tercinta ini….logika
saya ,,,,,,,memang kalau kita tidak merayakan tahun baru, temen kita or
tetangga kita non muslim akan rugi ? atau apakah kita menyakiti hati mereka
hanya gara gara kita tidak merayakan tahun baru ?
Lha wong ,,,,,,banyak temen temen
saya yg sesama muslim tidak mengucapkan selamat kepada saya ketika anak pertama
saya lahir aja,,,saya biasa biasa aja ?
Masak gara gara tidak ikut
merayakan tahun baru aja mereka tersakiti…….
Sekarang
itu banyak sekali pelabelan pelabelan yang menurut saya malah membuat kehidupan
bersosial dan bernegara kita menjadi tidak nyaman,,,,,salah satunya yaitu
pelabelan “intoleran” hanya gara gara tahun baru atau perayaan natal.
Yang
kedua, kita harus mengakui bahwa selama ini perayaan tahun baru selalu
dirayakan dengan cara yang tidak baik, mulai dari hura – hura, meniup terompet
malam hari yg sangat berisik, bercampurnya putra putri, yang banyak di akhiri
dengan perzinaan, Na’udzubillahi min
dzaalika.
Yang ketiga, harus diakui bahwa awal awal perayaan tahun baru,
sangat perdekatan atau memang bercampur dengan pelaksanaan ibadah atau perayaan
keagaaman agama tertentu. Yang jelas ini akan melahirkan keharaman untuk mengikutinya.
#
Tapi
jika kita tidak berniat mengikuti ibadah agama tersebut, apakah masih haram ?
bukankah setiap perbuatan tergantung niatnya ? dan juga apabila kita kerjakan
dengan cara yang baik apa masih haram ?
Harus
kita sadari dan isnyafi bersama teman,,,,,bahwa perayaan tahun baru ini sudah
membudaya di dunia dan Negara kita, bahkan
menjadi libur nasional, berarti sekolah juga libur. Apakah ketika
sekolah yg berlabel islam dan siswa siswinya muslim libur dalam hari tahun baru
ini, masuk dalam tasyabuh atau menyamai perayaan juga ? sama seperti ketika sekolah
libur pada hari natal. Hari nyepi, waisak dan lain lain berarti mereka mengikuti ritual agama itu?
Yang
ke empat. Jika kita tidak membuat acara yang baik dan menarik untuk anak’ kita
yang sedang libur itu,,,maka bisa di pastikan anak’ kita akan membuat acara
atau kegiatan yang kita tidak bias mengontrol apakah kegiatan itu baik atau
buruk,,,,,iya tooo ?????
Jadi
menurt saya akan sangat baik jika kita membuat suatu acara pada hari libur itu
( kalau tidak mau disebut merayakan ) dengan kegiatan kegiatan yang baik seperti
muhasabah ( menghitung hitung kebaikan dan keburukan diri ), dzikir,
istighozah, khotmil qur’an, out bond, pelatihan, diklat,majelis ta’lim dan lain
lain yang positif.
Melakukan zikir, berdoa, dan ber-muhâsabah,
dan lain lain paling tidak kita temukan pijakannya dalam hadits Nabi saw. yang
diriwayatkan oleh Imam at-Tirmidzi dan ad-Dârimi. Dalam hadits itu disebutkan
bahwa ketika melihat bulan sabit sebagai tanda masuknya bulan baru dalam
Kalender Islam, Rasulullah saw. mengucapkan doa berikut: Allâhu
Akbar. Allâhumma ahillahu ‘alaynâ bi al-amni wa al-îmân wa as-salâmati wa
al-islâmi wa at-taufîqi limâ yuhibbu rabbunâ wa yardhâ. Rabunâ wa
rabbukalâhu. Artinya: “Allah Maha Besar. Ya Allah, tampakkan hilal
(bulan tanggal satu) itu kepada kami dengan membawa keamanan, keimanan,
keselamatan, keislaman, dan taufik untuk menjalankan apa yang Engkau cintai dan
Engkau ridhai. Tuhanku dan Tuhanmu (wahai bulan sabit) adalah Allah.”
Demikian, Wallahu
a’lam.