Rabu, 29 April 2020

Gelak tawa anak di mesjid


Gelak Tawa Anak Anak di Mesjid



Masjid merupakan tempat ibadah kamu muslimin. Tempat yang disucikan oleh semua umat islam, bahkan dalam ajaran agama islam sendiri, masjid menempati maqom atau kedudukan yang tinggi.Selain sebagai tempat ibadah, mesjid juga berfungsi sebagai tempat berkumpul, bersosialisasi, dan tempat untuk memutuskan berbagai masalah yang ada dimasyarakat mesjid itu sendiri.
Bahkan dalam kitab suci Al – Qur’an  di terangkan tentang keutamaan memakmurkan mesjid yaitu sebagai tanda ke imanan seseorang ;
{مَا كَانَ لِلْمُشْرِكِينَ أَنْ يَعْمُرُوا مَسَاجِدَ اللَّهِ شَاهِدِينَ عَلَى أَنْفُسِهِمْ بِالْكُفْرِ أُولَئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ وَفِي النَّارِ هُمْ خَالِدُونَ. إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَاجِدَ اللَّهِ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَأَقَامَ الصَّلاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَلَمْ يَخْشَ إِلا اللَّهَ فَعَسَى أُولَئِكَ أَنْ يَكُونُوا مِنَ الْمُهْتَدِينَ}

“Hanyalah yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain Allah, maka merekalah yang termasuk golongan orang-orang yang selalu mendapat petunjuk (dari Allah Ta’ala)” (QS At-Taubah: 18).
Imam Al – Qurthubi mengatakan bahwa ayat diatas menjadi dalil bahwa orang orang yang mengaitkan perbuatan memakmurkan masjid dengan kwalitas keimanan itu benar.
Selain itu di hadist yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra yang ada di kitab Shohih Al – Bukhari no 620 dan Shahih Muslim no 1712, bahwa nabi besar nabi Muhammad SAW bersabda : “ ada tujuh golongan manusia yang akan dinaungi oleh Allah dalam naunganNya pada hari yang tidak ada naungan kecuali naungan Nya; pemimpin yang adil, dan Pemuda yang tumbuh diatas kebiasaan Ibadah kepada Allah, dan lelaki yang hatinya terpaut dengan masjid, dan dua orang yang saling mencintai karena Allah, berkumpul dan berpisah karenaNya, dan lelaki yang diajak berzina oleh seorang wanita yang berkedudukan serta cantik, maka dia berkata sesungguhnya aku takut pada Allah, dan lelaki yang bersedekah sembunyi sembunyi hingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang di infakkan tangan kanannya, dan orang yang berdzikir kepada Allah dalam keadaan sendiri hingga kedua matanya basah menangis”.
Mungkin inilah yang melatar belakangi guru guru kita atau lebih tepatnya orang orang tua zaman dahulu membiarkan mesjid menjadi tempat bermain dan bercengkrama anak anak kecil. Masih ingat dalam ingatan, bagaimana masa kecil kami. Hampir tiap sore kami bermain petak umpet, baksodor, gecrik dan permainan lainya di halaman bahkan kami bermain di dalam masjid. Itu berlanjut sampai magrib, mengaji lalu diteruskan sholat isak kemudian kami pulang bersama ayah ibu yang pulang sholat isak berjama’ah tanpa mendengar marahan, bentakan atupun anyaman dari ta’mir masjid.
Selain itu hampir tiap hari ahad pagi, kami bermain dimesjid / mushola kemudian membersihkan dan mengepelnya sambil bermain air didalam maupun di serambi masjid. Dan para orang tua yang melihat hanya tersenyum sambil bilang hati hati dan bilang jangan lupa isi tempat air wudhu.
Sehingga pada masa itu para anak kecil ( kami) merasa aman dan nyaman di mesjid. kami nyaman bermain, nyaman mengaji, dan nyaman pula kami tidur di mesjid, sampai didaerah kami terjadi sebuah anggapan bahwa anak laki laki yang sudah lulus SD dan belum pernah tidur di mesjid or di mushola dianggap “anak mama”.
Di waktu menjelang magrib atau jam setengah lima sore ( sholat asar berjama’ah pada waktu itu dilaksankan sehabis orang orang pulang dari sawah atau kebun ) kami saling berlomba untuk dulu duluan ke mesjid, berebutan melantunkan Adzan dan membaca pujian sambil menunggu imam memulai sholat jama’ah.
Walaupun kadang ada beberapa dari kami yang salah dalam melantunkan Adzan atau rame ketika sholat berjamah (maklum masih anak – anak) para orang tua tidak berlebihan dalam memarahi atau menceramahi kami.
Ini semua membuat kami termotivasi  untuk terus hidup dekat dan bersinggungan dengan mesjid atau mushola. Dan ternyata kebiasaan itu terjaga sampai sekarang, saya mengamati temen temen saya yang senang di mesjid ketika kecil ternyata sekarang, setelah berkeluarga  dan pindah di beberapa tempat sebagian besar tetep aktif dalam kegiatan mesjid/ mushola.
Sekarang.mari kita lihat mesjid atau mushola sekitar kita. walaupu tidak semua, tetapi rata rata mesjid atau mushola sekarang tidak ramah dengan anak anak. Anak anak menjadi makhluk yang sering / harus dihindarkan dari mesjid atau mushola.
Masih menjadi kebiasaan di mesjid dekat rumah saya sekarang,  sang imam yang dituakan di mesjid akan berbicara sebelum dimulainya sholat taraweh di awal malam romadhon, beliau menerangkan tentang bahayanya anak anak kalau diajak kemesjid untuk sholat taraweh, dari alasan untuk menjaga kekhusu’an orang yang sholat sampai untuk menjaga kesucian masjid.
Jika alasan agar para orang tua itu bisa khusu’ dalam ibadah taraweh. Maaf saya mau nanya, apakah mereka akan sholat sampai lupa dunia seisinya ? apakah mereka sholat seperti para sahabat yg karena khusu’nya sampai kena panah aja tidak terasa ? apakah kekhusu’an sholat mereka bisa melampau khusu’nya atau bagusnya sholat nya iman Ali bin Abi Thalib RA ? bahkan imam ali sendiripun ketika di tes oleh nabi Muhammad SAW  imam ali gagal.
Saya kira jawabanya tidak. Terus mengapa mengorbankan penerus kita jauh dari agama/ masjid hanya demi ambisi kita (khusu’) yang tidak kita peroleh ?.
Nabi Muhammad SAW, Sering kita mendengar dan membaca dari berbagai riwayat, bahwa beliau membiarkan hasan husen bermain dengan beliau bahkan ketika beliau sedang mengimami sholat.
Kalau alasannya adalah menjaga kesucian mesjid dari najis yang diakibatkan anak anak yg bisa aja kencing atau lainnya di mesjid. Maka kita harus ingat bahwa najis mudah untuk dihilangkan, tetapi bentakan, hardikan, aroma marah dan di persalahkan yang masuk dalam hati dan fikiran anak jauh lebih susah dihilangkan.
Saya yakin pembaca juga masih ingat cerita ketika ada arab badui yang kencing di mesjid, para sahabat marah dan mau memperingatkan sang arab badui itu, tetapi Nabi Muhammad SAW melarang dan membiarkan sang arab badui selesai kemudian berbicara dengan lemah lembut dan baik. Bukankah ini bisa diartikan bahwa membersihkan mesjid dari najis itu mudah, tapi sakit hati susah dihilangkan.
Di riwayat yang lain, Nabi Muhammad SAW pernah menggendong anak kecil  bani anshor, kemudian sang anak itu kencing di baju Nabi Muhammad SAW, seketika itu pula sang ibu merenggut sang anak dengan cepat. Apa kata nabi,,,,,? Apa beliau marah....? beliau malah mengatakan pada sang ibu, air kencing dibajuku akan hilang dengan mudah dengan di basuh, tetapi renggutan kasar mu pada anakmu akan terus diingat oleh sang anak .
Anak anak adalah penerus kita dalam mengibarkan dan menyiarkan Tauhid di dunia ini. Anak bisa menjadi amal sholeh bagi kita, tapi juga bisa menjadi amal sayyiah bagi kita. Tergantung bagaimana kita mendidik atau membiasannya.
Kalau anak tidak merasa aman, dan nyaman dimesjid maka anak akan tanpa sadar menjauhi mesjid. Kalau anak tidak bercengkrama di mesjid maka anak akan mencari tempat bercengkarama yg lain. Yang mana anak bisa merasa nyaman.
Jangan salahkan anak sekarang yang lebih suka nongkrong di warung kopi dari pada ngaji mesjid.
Jangan salahkan anak sekarang yang lebih suka menghabiskan waktu ngobrol di perempatan atau pinggir jalan dari pada duduk duduk di serambi masjid.
 Jangan salahkan anak sekarangyang lebih suka membaca medsos di warung wi fi dari pada membaca Alqur’an.
Itu terjadi karena kita membuat mesjid jauh dari mereka, kita membuat mesjid menjadi tempat horor bagi mereka. Masjid menjadi tempat yang menakutkan, dimana mereka bisa dibentak hanya karena lari lari, mereka bisa dimarahi hanya karena mereka memukul bedug, tempat dimana mereka diteriaki neraka hanya karena mereka belum tahu pentingnya dan artinya  alqur’an lalu mereka merobekkannnya tanpa sengaja.
Selain ta’mir yang over protektif atas kebersihan dan ketenangan masjid, orang tua jga ikut andil untuk tidak mengenalkan masjid kepada anak. Kita lebih suka tidak membawa anak kemesjid untuk menghindari perdebatan dengan ta’mir. Kita begitu mudah mengajak anak ke pesta pernikahan, ke pasar, ke toko toko. Tapi kita berat untuk mengajak anak untuk sholat berjama’ah di mesjid.
Salah satu amal jariah yang terus mengalir pahalanya walaupun pelakunya udah meninggal adalah anak yang sholeh, tapi gimana mau sholeh kalau hati mereka jauh dari mesjid, bahaimana bisa cinta dan merindukan mesjid jika anak kita tidak merasa aman dan nyaman di mesjid.
Mari menjadikan anak anak kita anak sholeh sehingga menjadi amal jariah kita , yang selalu mendoakan kita ketika kita udah di alam barzah. Dengan cara mendekatkan mereka dengan mesjid. Mari menjadikan anak anak kita masuk golongan orang orang yg dapat naungan Allah di hari kiamat. Mari membuat mesjid tempat yang ramah anak . Mari kita kembalikan suara gelak tawa anak anak di mesjid.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pilihan

Judul ini memang merujuk ke hawa panas yg sedang dirasakan sebagian besar kita ya, hawa panas yg mulai menyebar karena akan ada ...