Selasa, 12 Mei 2020

AHLUSSUNNAH WAL JAMA'AH


 AHLUSSUNNAH WAL JAMA’AH
Pengertian
As-Sunnah  secara bahasa berasal dari kata: "sanna yasinnu", dan "yasunnu sannan", dan "masnuun" yaitu yang disunnahkan. Sedang "sanna amr" artinya menerangkan (menjelaskan) perkara.
As-Sunnah juga mempunyai  arti "at-Thariqah" (jalan/metode/pandangan hidup) dan "as-Sirah" (perilaku) yang terpuji dan tercela. Seperti sabda Rasulullah shalallahu'alaihi wassalam ,
"Sungguh kamu  akan mengikuti perilaku orang-orang sebelum kamu sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta." (HR. Al-Bukhari dan Muslim). (HR. Al-Bukhari no 3456, 7320 dan Muslim no. 2669 dari Sahabat Abu Sa'id al-Khudri).

Pengertian as-Sunnah Secara Istilah (Terminologi)
Yaitu petunjuk yang telah ditempuh oleh Rasulullah shalallahu'alaihi wassalam dan para Sahabatnya baik berkenaan dengan ilmu, ‘aqidah, perkataan, perbuatan maupun ketetapan.
As-Sunnah juga digunakan untuk menyebut sunnah-sunnah (yang berhubungan dengan) ibadah dan ‘aqidah. Lawan kata "sunnah" adalah "bid'ah". Nabi shalallahu'alaihi wassalam bersabda, "Sesungguhnya barang siapa yang hidup diantara kalian setelahkau, maka akan melihat perselisihan yang banyak. Maka hendaknya kalian berpegang teguh pada Sunnahku dan Sunnah para Khulafa-ur Rasyidin dimana mereka itu telah mendapat hidayah." (Shahih Sunan Abi Dawud oleh Syaikh al-Albani). (HR. Ahmad (IV/126-127), Abu Dawud no. 4607, at-Tirmidzi no. 2676, dan al-Hakim (I/95), dishahihkan dan disepakati oleh Imam adz-Dzahabi. Lihat keternagan hadits selengkapnya di dalam Irwaa-ul Ghaliil no. 2455 oleh Syaikh al-Albani.

Pengertian Jama'ah Secara Bahasa (Etimologi)
Jama'ah diambil dari kata "jama'a" artinya mengumpulkan sesuatu, dengan mendekatkan sebagian dengan sebagian lain. Seperti kalimat "jama'tuhu" (saya telah mengumpulkannya); "fajtama'a" (maka berkumpul).
Dan kata tersebut berasal dari kata "ijtima'" (perkumpulan), ia lawan kata dari "tafarruq" (perceraian) dan juga lawan kata dari "furqah" (perpecahan).
Jama'ah adalah sekelompok orang banyak; dan dikatakan juga sekelompok manusia yang berkumpul berdasarkan satu tujuan.
Dan jama'ah juga berarti kaum yang bersepakat dalam suatu masalah. (Lihat kamus bahasa: Lisaanul ‘Arab, Mukhtaraarush Shihaah dan al-Qaamuusul Muhiith: (bab: Jama'a).



Pengertian Jama'ah Secara Istilah (Terminologi):
Yaitu kelompok kaum muslimin ini, dan mereka adalah pendahulu ummat ini dari kalangan para sahabat, tabi'in dan orang-orang yang mengikuti jejak kebaikan mereka sampai hari kiamat; dimana mereka berkumpul berdasarkan Al-Qur-an dan As-Sunnah dan mereka berjalan sesuai dengan yang telah ditempuh oleh Rasulullah shalallahu'alaihi wassalam baik secara lahir maupun bathin.

Ahlussunnah wal jamaah versi ulama NU
Untuk mengidentifikasi kelompok yang paling sah dikategorikan sebagai ahlussunnah waljamaah, akan lebih tepat jika mengacu kepada pendapat para ulama yang diakui kapabilitas maupun kredibilitasnya. Dalam kitab Ithaf al-sadat al-muttaqin, Imam Al-Hafidz Al-Zabidi mengatakan bahwa jika disebutkan istilah ahlussunnah waljamaah, maka yang dimaksud adalah pengikut Madzhab al-Asy’ari dan Al-Maturidi. Pengertian senada juga disebutkan oleh Imam Ahmad bin Hajar Al-Haitami dalam kitab Tathhir al-Janan wa al-Lisan.
Hadratus Syaikh Hasyim Asy’ari, dalam kitab Ziyadat Ta’liqat menyebutkan bahwa ahlussunnah wal jamaah adalah kelompok ahli tafsir, ahli hadis, dan ahli fiqih. Merekalah yang mengikuti dan berpegang teguh dengn sunah Nabi saw dan sunah khulafaur rasyidin setelahnya. Mereka adalah kelompok yang selamat (firqah an-najiyah). Dan mereka sekarang ini tehimpun dalam madzhab empat yakni Madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali.
Kesimpulannya  bahwa ahlussunnah wal jamaah adalah golongan yang dalam akidah mengikuti ajaran Abu Hasan al-Asy’ari dan Abu Manshur al-Maturidi, dalam bidang fikih mengikuti Madzahibul Arba’ah, dan bidang tasawuf mengikuti Imam Junaid Al-Baghdadi dan Imam al-Ghazali.

Ciri ajaran ahlussunnah wal jamaah
Jika ditanyakan ciri khusus yang membedakan akidah ahlussunnah wal jamaah dengan aliran lainnya adalah bahwa kaum ahlussunnah wal jamaah meyakini jika Allah ada (wujud) tanpa arah dan tanpa tempat. Pendapat ini didasarkan pada nash Al-Qur’an surat Al-Syura, 11. Hal ini diperkuat oleh statemen Sayidina Ali bin Abi Thalib yang dinuqil dalam kitab Al-Farqu Baina Al-Firaq karya Abdul Qahir Al-Baghdadi, bahwa Allah swt. itu ada sebelum adanya tempat, dan keberadaan Allah swt. sekarang seperti keberadaan-Nya sebelum adanya tempat.
Selain itu, ciri khas golongan ahlussunnah wal jamaah adalah berusaha memelihara kebersamaan, kerukunan dan kolektifitas. Meskipun terjadi perbedaan pendapat baik internal golongan maupun dengan fihak di luar ahlussunnah waljamaah, golongan ini selalu berusaha menghindari perpecahan dengan meninggalkan sikap saling mengkafirkan, membid’ahkan dan memusyrikkan. Selalu mengedepankan sikap tawasuth (moderat), tasamuh (toleran), tawazun (seimbang), dan adil.
           
Lebih mudahnya, inilah beberapa khashois Aswaja versi hasil sidang komisi rekomendasi Muktamar Ke-33 NU.
1. Ahlus Sunnah Wal-Jama’ah merupakan satu-satunya firqah (golongan) di antara berbagai firqah di dalam Islam yang disebut oleh Nabi SAW sebagai firqah ahli surga. Mereka adalah para shahabat Nabi SAW. yang dikenal dengan sebutan As-Salafush Shalih yang senantiasa berpegang teguh pada sunnah Nabi. SAW. dan dilanjutkan oleh tabi’in dan tabi’it tabi’in, dua generasi yang memiliki keutamaan sebagaimana dinyatakan oleh Nabi SAW. Kemudian diikuti oleh para pengikutnya sampai sekarang.
2. Menjadikan Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai dua sumber pokok syari’at Islam, dan menerima dua sumber yang lahir dari keduanya, yakni ijma’ dan qiyas.
3. Memahami syari’at Islam dari sumber Al-Qur’an dan As-Sunnah melalui:
a. sanad (sandaran) para shahabat Nabi SAW. yang merupakan pelaku dan saksi ahli dalam periwayatan hadits serta manhaj seleksinya, dan berbagai pemikiran yang diimplementasikan dalam pelaksanaan tugas tasyri’ (penetapan hukum syar’i) setelah beliau wafat. Mereka terutama empat shahabat yang disebut oleh Nabi SAW. sebagai Al-Khulafa’ al-Rasyidun telah menyaksikan langsung dan memahami dengan cermat pelaksanaan tasyri’ yang dipraktikkan oleh Nabi SAW.
b. sanad dua generasi setelah shahabat, yakni tabi’in dan tabi’it tabi’in yang telah meneladani dalam melanjutkan tugas tasyri’. Mereka telah mengembangkan perumusan secara kongkrit mengenai prinsip-prinsip yang bersifat umum, kaidah-kaidah ushuliyyah dan lainnya. Mereka adalah para Imam mujtahid, Imam hadits dan lainnya.
4. Memahami Al-Qur’an dan As-Sunnah secara menyeluruh berdasarkan kaidah-kaidah yang teruji ketepatannya, dan tidak terjadi mu’aradlah (pertentangan) antara satu nash dan nash yang lain. Dalam hal, diakui dan diterima:
a. empat Imam mujtahid termasyhur sekaligus Imam madzhab fiqh dari kalangan tabi’in dan tabi’it tabi’in yang telah merumuskan kaidah-kaidah ushuliyyah dan menerapkannya dalam melaksanakan tasyri’ yang kemudian menjadi pedoman bagi generasi berikutnya sampai sekarang. Empat mujtahid besar itu; a. Imam Abu Hanifah An-Nu’man ibn Tsabit (80-150 H.), b. Imam Malik ibn Anas (93-173 H.), c. Imam Muhammad ibn Idris Asy-Syafi’i (150-204 H.), dan Imam Ahmad ibn Hanbal (164-241 H.).
b. para Imam madzhab aqidah, seperti Abul Hasan Al-Asy’ari (260-324), dan Abu Mansur Al-Maturidi (W.333 H.).
c. keberadaan tashawwuf sebagai ilmu yang mengajarkan teori taqarrub (pendekatan) kepada Allah SWT. melalui aurad dan dzikir yang diwadahi dalam thariqah sebagai madzhab, selama sesuai dengan syari’at Islam. Dalam hal ini menerima para Imam tashawwuf, seperti Imam Abul Qasim Al-Junaid al-Baghdadi (W.297H.) dan Abu Hamid al-Ghazali (450-505 H.).
5. Melaksanakan syari’at Islam secara kaffah (komprehensif), dan tidak mengabaikan sebagian yang lain.
6. Memahami dan mengamalkan syari’at Islam secara tawassuth (moderat), dan tidak ifrath dan tafrith.
7. Menghormati perbedaan pendapat dalam masalah ijtihadiyah, dan tidak mengklaim bahwa hanya pendapatnya yang benar, sedangkan pendapat lain dianggap salah.
8. Bersatu dan tolong menolong dalam berpegang teguh pada syari’at Islam meskipun dengan cara masing-masing.
9. Melaksanakan amar makruf dan nahi munkar dengan hikmah (bijak/arif), dan tanpa tindak kekerasan dan paksaan.
10. Mengakui keadilan dan keutamaan para shahabat, serta menghormatinya, dan menolak keras menghina, mencerca dan sebagainya terhadap mereka, apalagi menuduh kafir.
11. Tidak menganggap siapa pun setelah Nabi SAW. adalah ma’shum (terjaga) dari kesalahan dan dosa.
12. Tidak menuduh kafir terhadap sesama mukmin, dan menghindari berbagai hal yang dapat menimbulkan permusuhan.
Menjaga ukhuwwah terhadap sesama mukmin, saling tolong menolong, menyayangi, menghormati, dan tidak saling memusuhi.
13. Menghormati, menghargai, tolong menolong, dan tidak memusuhi pemeluk agama lain.
( Disampaikan pada kegiatan Daurah Ahli Sunnah Wal Jama’ah Annahdliyah di MTs MANBA’UL ‘ULUM Buntaran Rejotangan Tulungagung )


2 komentar:

Kang Badi' mengatakan...

pokoke NU ae lek,.... mantap.

Barit Fatkur Rosadi mengatakan...

Makalah pak ya?tidak ada footnote nya?

Posting Komentar

Pilihan

Judul ini memang merujuk ke hawa panas yg sedang dirasakan sebagian besar kita ya, hawa panas yg mulai menyebar karena akan ada ...