Kamis, 03 September 2020

Budaya Galau Generasi "Micin"

Budaya Galau Generasi "Micin". 
Beberapa tahun terakhir kita disuguhi dengan merebaknya lagu lagu galau atau Ambyar yang viral dan meraja lela di berbagai lini masa media sosial. Dimulai dengan banyaknya lagu lagu the god father "Ambyar"  yang di cover oleh para musisi dan di upload di media youtube.

Sambutan yang sangat baik oleh masyarakat terutama kawula muda terhadap lagu lagu galau ini, yang di buktikan dengan banyaknya subcriber dan viewer untuk akun akun yang menyajikan lagu lagu galau ini, yang akhirnya menarik iklan untuk datang  yang ujungnya fulus, membuat semakin banyak para musisi cover dan para musisi pemula yang mencoba untuk menciptakan lagu baru yg bertemakan galau meningkat. 
Dulu, kita hanya mendengar lagu dari Dewa, Padi, sheila on 7, Peterpen, di pop, kemudian penyanyi macam Rhoma Irama, Dewi Persik, , Ayu Tinting dan lainnya didangdut.  Sedangkan di campur  sari, mungkin hanya suara Didi kempot yang sering mengudara. Tetapi sekarang kita bisa melihat dan terhipnotis degan suara Deni Caknan, Ndar Boy, Heppy Asmara, Woro Widowati dan lain lain yang lalu lalang melaui media youtube nya.
Saya tidak bilang ini adalah salah.... karena ini memang bukan kesalahan....saya cuma mau mengatakan bahwa para pemuda kita sebagian besar mudah terlena dan menikmati hal hal yang berbau galau selain hal hal yang berbau romantis.
Untuk lebih memperjelas analisis saya...coba temen temen baca di kolom komentar di setiap akun youtube yang membawakan lagu Ambyar ini.... akan kita temui begitu banyak cerita yang ditulis ( saya tidak tahu ceritanya fakta atau cuma ilusi) tentang patah hati atau tentang hati yang tersakiti.. Selain itu, kita akan temui quates quates yang luar biasa tentang hati yang galau. Dan yang miris adalah kadang kadang mereka bukan saja anak anak remaja atau seusia sma dan kuliahan, tetapi banyak yang masih di usia SMP dan bahkan ada yang masih di bangku SD.

Pertanyaan saya....kira kira apa yang akan terjadi pada negara kita ini sepuluh atau duapuluh tahun mendatang..jika anak anaknya yang seusia SD SMP lebih sibuk mengurusi hati yang gundah karena "pasangan" dari pada menempa diri untuk belajar dan menambah skill kemampuan ?
  
Terlihat berlebihan ya.....what ever lah.... tapi mari kita melihat fenomena  yang lain.....yaitu tentang cara artis agar terkenal dan banyak penggemarnya..... salah satu yang marak dibicarakan sekarang adalah. pacaran palsu... 

Lihat lah  ! Bagaimana isu romantis  yang kemudian di akhiri dengan sad ending, putus, patah hati, merasa dikhianati, menangis di tv, sekali lagi mampu menggerakkan masyarakat untuk menyukai dan melirik para artis ini.  

Saya tidak tahu...apakah saya berlebihan melihat ini atau tidak....tapi saya merasa budaya galau ini akan menumbuhkan sikap cengeng bagi generasi muda, mereka akan menjadi orang yang mudah menyerah, lebay dalam menghadapi masalah kehidupan, tidak tahan banting, dan sebagainya. 
Apakah ini salah mereka semua....menurut hemat saya tidak....kita para orang tua baru, (maksudnya yang punya anak usia sekolah dan kuliah) punya andil dalam masalah ini. Kita juga punya saham kesalahan dalam hal ini. 
Mari kita ingat ingat kembali, bagaimana orang tua dan guru kita mendidik kita. kita memang kadang kadang dimarahi ketika main di sungai, tapi tidak berlebihan. Kita dibiarkan bermain di sawah, ladang, dan  perkebunan, ketika kita gatal gatal kena ulat, atau menginjak duri, kita cuma di obati dan sedikit nasehat tidak ada larangan yang berlebihan. Ini membuat kita berani menghadapi dunia baru degan segala resikonya. 

Ketika kita kena marah guru ngaji, ataupun dihukum di sekolahan oleh guru. Orang tua kita biasa saja, malah kalau kita cerita, kita yang kena marah dan mengatakan itu semua karena kesalahan  kita sendiri. itu membuat kita tidak selalu bergantung kepada perlindungan kepada orang tua. 

Ketika ada tugas sekolahan yang cukup berat, dan lumayan sulit. Orang tua kita cuek, kalaupun membantu hanya sekedar saja. itu membuat kita terpaksa dan akhirnya bisa berdiri dengan kaki kita sendiri. 
Bandingkan dengan cara kita mendidik anak anak kita.  Sebagian besar kita terlalu over protektif tehadap anak. kita terlalu ikut campur dengan kehidupan permainan anak anak kita.

Jangankan bermain di sungai, baru mendekati saja kita sudah ngomel ngomel kepada anak. Kita takut takuti dia dengan bahaya dan seterusnya. 

Jangankan bermain di ladang dan sawah, bermain di halaman saja kita sudah wanti wanti soal keselamatan dan seterusnya. Itu semua membuat anak anak kita tidak berani mengambil resiko selain juga membuat pengalamannya terbatas. 
Ketika anak kita mendapat tugas dari gurunya, kita yang repot brossing internet untuk mencari penyelesaiannya, kita di duduk disamping anak kita ketika mengerjakan PR, sebelum ditanya kita sudah mengajari cara menjawabnya...yang akhirnya ini membuat anak tidak punya rasa tanggung jawab dan selalu bergantung kepada orang tua. 

Ketika anak kita di berdirikan karena telat, di hukum karena tidak mengerjakan tugas. Kita heboh membelanya, polisi, LSM, komnas HAM kita bawa bawa dalam hal sepele ini.  Apa hasilnya, anak kita menjadi manja, berbuat semaunya karena merasa      "aman". 

Disatu sisi kita tidak terlalu dekat secara psikologi dengan anak. Anak jarang mau bercerita dan curhat dengan kita. mereka lebih nyaman berbicara dengan temannya, yang mana kita tahu bersama bahwa teman sebayanya tidak lebih baik secara psikologi dibanding anak kita. Ujungnya solusi yang mereka dapatkan belum tentu baik malah banyak yang membawa masalah kedepan. 

Saya yakin kita sama sama merasakan. ketika kita dibangku SMP ataupun MTs, kalimat cinta yang kita pahami adalah cinta kepada orang tua dan saudara. sekarang,    Jangankan MTs atau SMP, anak anak tingkat SD maupun MI sudah biasa memanggil "Mama dan Papa" kepada "pacarnya". 

Bayangkan anak seumur 10 tahun, 11 tahun sudah memaknai cinta kepada lawan jenis, sudah berpacaran, jika mereka putus apa yang akan terjadi ? kira kira secara psikologi apa mereka sudah siap dengan itu ? terus dimana peran kita sebagai orang tua ? kita tahu,  ? kita tidak tahu,,,,? atau malah kita tidak mau tahu ? 

Maka fenomena lagu lagu Ambyar ini merupakan puncak gunung es dari masalah yang sebenarnya.....yaitu generasi penerus kita kurang /salah kasih sayang dari orang tuanya. Wallahu A'lam Bishowab.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pilihan

Judul ini memang merujuk ke hawa panas yg sedang dirasakan sebagian besar kita ya, hawa panas yg mulai menyebar karena akan ada ...